MEDIAJEMBER. COM — Burung perkutut (Geopelia striata) adalah salah satu jenis burung kicau yang populer sarat mitos dan kepercayaan di Indonesia.
Burung ini dikenal dengan suara merdunya yang khas, membuatnya banyak dipelihara oleh pecinta burung, terutama di kalangan masyarakat Jawa dan Bali.
Selain sebagai peliharaan, burung perkutut juga memiliki nilai budaya, mitos dan sejarah yang kental.
Di alam liar, burung perkutut sering ditemukan di daerah bersemak, hutan terbuka, dan lahan pertanian. Mereka termasuk burung pemakan biji-bijian dan serangga kecil.
Perkutut dikenal sebagai burung yang mudah beradaptasi dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat, sehingga banyak dibudidayakan.
Di berbagai daerah, burung perkutut tidak hanya dianggap sebagai burung peliharaan biasa, tetapi juga dikaitkan dengan berbagai mitos dan kepercayaan. Berikut beberapa mitos yang berkembang di masyarakat:
Pertama, perkutut burung membawa keberuntungan. Masyarakat Jawa percaya bahwa burung perkutut dapat membawa keberuntungan bagi pemiliknya.
Konon, burung ini dianggap memiliki aura positif yang dapat menarik rezeki dan kesejahteraan.
Kedua, Perkutut Katuranggan, Simbol Kekuatan dan Derajat. Dalam kepercayaan Jawa, terdapat konsep “katuranggan,” yaitu ciri-ciri fisik burung yang dipercaya dapat memengaruhi pemiliknya.
Misalnya, perkutut dengan paruh pendek dan kaki berwarna hitam disebut memiliki energi mistis yang kuat, cocok untuk orang yang ingin meningkatkan kewibawaan dan keberuntungan.
Ketiga, Perkutut Bisa Menolak Bala. Beberapa orang percaya bahwa suara burung perkutut dapat mengusir roh jahat dan menangkal energi negatif.
Bahkan, ada yang meyakini bahwa burung ini dapat memperingatkan pemiliknya jika ada bahaya yang mendekat.
Keempat, Tidak Semua Perkutut Membawa Kebaikan. Meski banyak mitos positif, ada juga kepercayaan bahwa tidak semua burung perkutut baik untuk dipelihara.
Misalnya, burung perkutut yang bersuara serak atau tidak enak didengar dianggap membawa kesialan bagi pemiliknya.
Kelima, Perkutut sebagai Simbol Status Sosial. Di masa lalu, burung perkutut sering dipelihara oleh para bangsawan dan raja-raja di Jawa. Memiliki burung perkutut dengan suara merdu dianggap sebagai tanda status sosial yang tinggi.
Burung Perkutut di Era Modern ini masih menjadi favorit di kalangan pecinta burung, baik untuk dipelihara maupun diikutsertakan dalam lomba kicau.
Harga burung perkutut pun beragam, tergantung pada jenis, suara, dan katuranggan yang dimilikinya.
Meski mitos dan kepercayaan tentang burung perkutut masih hidup di beberapa kalangan, banyak orang kini lebih melihat burung ini dari sisi keindahan dan kualitas suaranya.
Bagi para penghobi burung, merawat perkutut bukan hanya soal mitos, tetapi juga tentang kesenangan dalam mendengar suara merdunya dan menikmati interaksi dengan burung yang dikenal jinak ini.
Bagaimana menurut Anda? Apakah mitos tentang burung perkutut masih relevan di era modern ini?
Penulis : Heri Santoso